Rabu, 18 April 2012

Sinopsis To Liong To 2003 episode 13

Pukulan ke-2 dari Biat Coat diterima Thio Bu Ki. Bu Ki mengingat kata-kata dalam kitab Ilmu 9 Matahari (9 Yang): keseimbangan, lawan kekerasan dengan kelembutan "Dia kuat, biarkan kuat, sambutlah seperti angin. Dia ganas, biarkan ganas, sambutlah seperti terangnya bulan". Betapapun kuat dan ganas pukulan lawan, hadapi dengan lembut seperti angin. Pukulan akan seperti membentur udara atau air. Saat itulah Bu Ki baru menerapkan arti sebenarnya bagian kitab itu. Pikirnya "Luka luarku mungkin terlihat parah, tetapi luka dalamku akan cepat pulih". Setelah menerima pukulan ke-2, Bu Ki langsung mengerahkan tenaga untuk menyembuhkan diri.

Murid Go Bi, Teng Bin Kun, tak sabar. Katanya "Kalau kau memang takut menerima pukulan ke-3, bilang saja. Buat apa kita menunggumu menyembuhkan diri?" Ia mendukung gurunya langsung menghajar Bu Ki dengan pukulan ke-3. Tetapi Ciu Cie Jiak menyanggah "Biarkan ia menyembuhkan diri, ia tidak akan membahayakan kita". Teng Bin Kun menuduh Ciu Cie Jiak mencoba menyelamatkan orang luar. Namun Ciu Cie Jiak berdalih, katanya, "Partai Go Bi terkenal adil dan pengasih, aku tidak mau reputasi Go Bi dicemoohkan sebagai partai yang mencari kesenangan dengan menyiksa orang lemah. Sudah jelas ilmu orang ini di bawah guru kita, walau ia belajar bertahun-tahun, tidak akan menyamai guru kita. Buat apa terus menyiksanya?" Kata-kata Cie Jiak ini luar biasa efektif, ia membela Bu Ki tapi sekaligus menyanjung gurunya, sehingga Biat Coat memutuskan untuk tidak menggunakan kekuatan penuh pada pukulan terakhirnya.

Bu Ki siap menerima pukulan Biat Coat yang terakhir, setelah ia gagal memohon Biat Coat membiarkan orang Ming. "Nama pendetaku Biat Coat, artinya: menghancurkan secara total. Aku tegas dan tak kenal ampun memberantas orang sesat. Harap berhati-hati." kata Biat Coat. Ia waspada akan Bu Ki yang bisa pulih dalam waktu singkat, mungkin ilmu aliran sesat.

Namun saat ia baru mau memukul, datanglah In Ya Ong, anak Ketua Elang Langit sekaligus kakak In So So. Ia ingin menggantikan Bu Ki menerima pukulan Biat Coat. Biat Coat makin yakin Bu Ki adalah anggota aliran sesat. Namun In Ya Ong berkata “Aku tidak ada hubungan dan tidak kenal pemuda ini, tapi aku lihat ia berjiwa satria, tidak seperti orang-orang dari aliran lurus yang hanya namanya saja lurus, tidak jiwanya”. Bu Ki merasa sangat terharu dan terbersit rindu pada keluarganya, namun tentu saja In Ya Ong tidak tahu pemuda di hadapannya ini adalah keponakannya. Bu Ki tak mau In Ya Ong menggantikannya, ia tetap maju menerima pukulan. Sementara In Ya Ong ternyata sudah menyiapkan pasukan dari partai Elang Langit yang siap menyerang apabila Biat Coat tidak menepati janjinya untuk membiarkan orang-orang Ming pergi setelah Bu Ki menerima pukulan ke-3. “Anak muda ini menepati janjinya, kita lihat apakah Pendeta Biat Coat juga orang yang menepati janji” seru In Ya Ong.

Akibat In Ya Ong membela Bu Ki, Biat Coat yang tadinya memutuskan meringankan pukulannya, kini malah memutuskan untuk menggunakan kekuatan penuh tenaga dalam sakti Go Bi dari leluhur Kwee Siang. Namun apa yang terjadi? Bu Ki malah sama sekali tidak apa-apa! Semua orang termasuk Bu Ki sendiri mengira, Biat Coat bermurah hati hingga tidak sungguhan melancarkan pukulan.

(Yang terjadi sebenarnya adalah : Ilmu tenaga dalam Go Bi yang diajarkan dari Kwee Siang, terilhami dari Kakwan Taysu orang Shaolin yang juga mendalami 9 Matahari. Namun karena Kwee Siang paham ilmu ini tidak utuh, tentu tenaga ini kalah kuat dan kalah murni oleh tenaga dalam Bu Ki yang menguasai kitab 9 Matahari. Tenaga yang sama, yang satu besar yang satu kecil, akan menyatu mengikut yang besar. Maka tenaga Biat Coat yang lebih kecil malah akan terhisap oleh tenaga Bu Ki, hingga Bu Ki tidak merasakan apa-apa malah bertambah sehat)

Biat Coat kaget bukan kepalang, apalagi Bu Ki malah berterima kasih padanya karena bermurah hati. Ia malu, rombongan Go Bi pun pergi. Sambil berlalu, Ciu Cie Jiak sempat melirik Bu Ki dengan wajah lega. Bu Ki pun terharu atas perhatian Cie Jiak padanya.

In Ya Ong memanggil “Ah Lee” pada In Lee yang menyembunyikan wajahnya di pundak Bu Ki. Bu Ki terkejut, ternyata In Lee adalah anak In Ya Ong, berarti ia adalah sepupu Bu Ki. (dikisahkan In Lee ini mukanya mirip dengan In So So). In Ya Ong menyeret In Lee dan mengata-ngatainya anak tak berguna dengan kasar, karena In Lee telah membunuh istrinya dan mempelajari ilmu aneh hingga wajahnya rusak. Bu Ki amat kasihan pada In Lee, ia meminta In Ya Ong memaafkan In Lee, mengingat In Lee sebagai putrinya yang pernah dikasihinya, waktu kejadian itu umur In Lee masih amat kecil dan tidak mengerti. Kata-kata Bu Ki sebetulnya melunakkan hati In Ya Ong, namun ia tetap kesal karena Bu Ki ikut campur urusan keluarganya. Ia memukul Bu Ki dengan 2 kali tinju hingga Bu Ki muntah darah.

Tiba-tiba, datang Raja Kelelawar mencaplok In Lee dari In Ya Ong, katanya “Kau tidak sayang anakmu, daripada kau bunuh, lebih baik buat aku saja”. Siapa sangka kata-kata itu menggugah hati In Ya Ong. Ia dan Bu Ki lari mengejar Raja Kelelawar, namun ilmu meringankan tubuh Raja Kelelawar sangat tinggi. In Ya Ong ngos-ngosan mengerahkan tenaganya, sementara ia heran melihat Bu Ki masih segar bugar dan malah ingin terus mengejar. Padahal Bu Ki sudah menerima 3 pukulan Biat Coat, 2 tinju darinya. Kemampuan langka di dunia persilatan. Ia penasaran siapa guru Bu Ki. Namun Bu Ki terus terang bilang ia tak punya guru. Belum selesai bercakap-cakap, In Ya Ong harus pergi karena panggilan darurat dari Partai Elang Langit.

Ternyata, orang-orang partai Elang Langit habis dibunuh oleh rombongan Mongol yang dipimpin oleh Minmin (Thio Beng) dan menyamar sebagai orang perguruan lurus Cheng chi. In Ya Ong tak yakin, ia belum pernah dengar nama perguruan itu. In Ya Ong dan rekannya dilukai oleh tapak es dari 2 pengawal Mongol. Minmin tidak membunuhnya, malah menyuruh In Ya Ong menemui Yo Siauw untuk menyuruhnya menyerah. Yang lain heran kenapa Minmin tidak membunuh saja mereka. Kata Minmin “Yo Siau akan berusaha mengobati mereka hingga tenaganya habis. Maka ia tidak bisa menghadapi serangan 6 perguruan. Dengan lancarnya pertempuran ini, pihak kita (Mongol) akan mendapat keuntungan”.

Sementara itu Ketua 6 Perguruan: Go Bi, Kunlun, Kongtong, Hua Shan, Butong dan Shaolin berembuk membicarakan siasat. Seng Kun yang menyamar sebagai biksu Yuanzheng mewakili Shaolin, berkata,: markas Sekte Ming ini kontur perbukitannya didesain hingga amat menyulitkan bagi penyerang, namun memudahkan bagi mereka yang bertahan. Iapun menunjukkan peta markas Sekte Ming di Puncak Terang untuk menjelaskan.

Di kediaman Yo Siau, Yo Put Hui makin curiga bahwa Siao Ciao adalah mata-mata, ia mengira Siao Ciao dikirim dari pihak Go Bi. Sementara itu Raja Elang Langit (ayah In So So) mendapati semua anak buahnya tewas, namun ia bertemu dengan anaknya, In Ya Ong. Iapun berusaha menyembuhkan luka tapak es In Ya Ong, namun hanya dapat memulihkannya untuk sementara saja. Saat penyembuhan, In Ya Ong terus menyerukan nama anaknya, In Lee. In Ya Ong pun akhinya mengaku bahwa kebenciannya pada anaknya itu kini telah sirna. Mulanya, ia kesal dan amat ingin membunuh In Lee, karena anaknya itu membunuh ibu tirinya dan mencelakakan ibu kandungnya dan mempelajari ilmu aneh hingga wajahnya hancur, namun kini iapun khawatir dengan keselamatan In Lee yang diculik Raja Kelelawar.

Bu Ki yang masih mencari In Lee, bertemu dengan seorang Biksu. Kata Biksu itu, walau Bu Ki berhasil menemukan In Lee, ia mungkin sudah habis dihisap darahnya. Ia berkata, Bu Ki adalah anak muda berhati mulia dan bersifat ksatria. Namun katanya, Bu Ki tidak bisa terus mengorbankan diri tanpa perlawanan dalam mencapai tujuan mulia. Ternyata ia adalah Biksu Kantong yang merupakan anggota Sekte Ming. Menurut Biksu Kantong, Raja Kelelawar bukan orang jahat, tetapi ia tak punya pilihan untuk bertahan hidup, karena ia mempelajari tapak beku yang membuat darahnya beku setelah mengeluarkan keahliannya, dan hanya bisa sembuh dengan menghisap darah manusia. Bu Ki khawatir pada In Lee dan dan tak mengacuhkan Biksu Kantong, hingga si Biksu menotok dan memasukkan Bu Ki dalam kantungnya dan membawanya kabur. Katanya, kalau kau tak bisa bebas dari kantongku, maka kau tak bisa mengalahkan Raja Kelelawar dan menyelamatkan In Lee.

Walau pernah kecewa dengan Sekte Ming dan mendirikan Partai Elang Langit, ternyata Raja Elang Langit tidak tega membiarkan markas Ming diserang. Iapun tetap pergi ke sana, walau anaknya In Ya Ong melarang "orang yang melukaiku dengan tapak es kjuga ada di sana, kalau ayah pergi ke sana sama saja dengan menyerahkan diri ke kandang macan".

Sementara itu, Raja Kelelawar sudah menggigil kedinginan tapi tetap tidak menghisap darah In Lee. Rekannya datang, Raja Kelelawar berkata ia masih menghormati In Lee sebagai cucu Raja Elang Langit, ia lebih baik mati daripada menghisap darahnya. In Lee dibiarkan pergi. In Lee pun amat berterimakasih, kesan buruknya terhadap Raja Kelelawar hilang seketika. Saat rekannya mengobati Raja Kelelawar, ternyata ada orang lain yang memperhatikan mereka yaitu anak dan murid Keluarga Wu/Bu. (Keluarga yang dulu mencelakakan Bu Ki). Melihat Raja Kelelawar sekarat sedang diobati, Bu ingin menangkapnya diam-diam, terpikir olehnya pujian dari 6 perguruan lain karena ia berhasil menangkap jagoan Sekte Ming. Tetapi ternyata telinga Raja Kelelawar amat tajam mendeteksi serangan diam-diam Bu. Tahu Bu bermaksud jahat, maka tanpa ampun dihisapnya darah Bu. Adik seperguruan Bu menyaksikan kematian kekasihnya dengan ketakutan, iapun kabur ke Puncak Terang, berkumpul bersama 6 Perguruan Besar lainnya. Ia melapor pada Tuan Bu tentang kematian anaknya oleh Raja Kelelawar. Mereka makin mantap ikut menyerang Sekte Ming.

Sementara itu, Song Ceng Su (putra murid pertama Butong, Song Wan Kiauw), sibuk merayu Ciu Cie Jiak. Teng Bin Kun meledeknya, namun Cie Jiak hanya tersenyum pergi dan tidak terlalu menanggapinya. Song Wan Kiauw bertanya-tanya apa mungkin Cie Jiak sudah terpikat orang lain. Kata seorang murid Go Bi, mungkin Cie Jiak merasa kalau dirinya akan menggantikan Biat Coat, maka ia tidak boleh terlalu memikirkan urusan cinta. Teng Bin Kun kaget mendengarnya, ia marah dan berkata ialah yang akan menggantikan Biat Coat karena ia lebih senior, bukan Ciu Cie Jiak. Di tempat lain Cie Jiak melamun sendiri, ia sebenarnya tersanjung atas perhatian Song Ceng Su, namun hatinya telah terpaut pada Thio Bu Ki yang masih menyimpan saputangan yang ia berikan waktu kecil.

Dalam perundingan 6 perguruan, Song Wan Kiauw sebenarnya amat curiga kenapa Biksu Yanzheng (Seng Kun yang menyamar) tahu betul seluk beluk Markas Sekte Ming, namun putranya Song Ceng Su tak terlalu ambil pusing, katanya yang penting itu memudahkan kita menyerang Sekte Ming. Ia juga memanfaatkan momen ini untuk merebut hati dan melindungi Cie Jiak.

Rombongan Minmin berpapasan dengan Seng Kun yang ternyata sudah kembali dari Puncak Terang. Minmin jadi curiga gurunya itu mempunyai agenda sendiri selain sebagai kepentingan Mongol. Ia membiarkan Seng Kun pergi, namun dalam hati ia tidak mempercayai Seng Kun dan mulai menyuruh anak buahnya yang lain mengawasi gerak gerik Seng Kun.

Yo Siao menyuruh putrinya Yo Put Hui untuk sembunyi di lorong rahasia bila penyerang tiba, sementara ia akan bertahan bersama anak buahnya. Tapi Yo Put Hui menolak, ia ingin terus bersama ayahnya apapun yang terjadi, ia sudah kehilangan ibunya (yang dibunuh Biat Coat) dan tak mau kehilangan ayah. Sementara itu, Biksu Kantung, Raja Kelelawar dan rekannya tiba di markas Sekte Ming melalui jalan rahasia. Biksu Kantung bercerita bahwa anak muda yang ada di dalam kantungnya adalah bocah pemberani berhati mulia dan sudah berkorban untuk Sekte Ming dengan menahan pukulan Biat Coat. Ke 4 petinggi Sekte Ming itu mulai menyadari pentingnya persatuan untuk mengatasi serangan pihak luar. Di dalam kantung, Bu Ki mendengarkan semua percakapan mereka dan mengenali siapa saja mereka.

thanks buat admin pendekar pemanah rajawali versi terbaru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar