Rabu, 18 April 2012

Sinopsis To Liong To 2003 episode 18

Yo Siauw tahu pemuda yang membawa pedang langit itu adalah wanita yang menyamar. Thio Bu Ki, Yo Siauw dan Raja Kelelawar memutuskan untuk mengikutinya hingga sampai di rumah peristirahatan bernama Wisma Hijau. Mereka disambut oleh 2 orang pengawal yang mempersilakan mereka menunggu untuk menemui Nona Tio. Ketiga pendekar ini heran, sudah jelas mereka dijebak kesini melalui wanita berpakaian pria yang sengaja memperlihatkan pedang langit. Tetapi mengapa disambut dengan sopan? Lagipula pengawalnya menyebut majikannya Nona, berarti tidak ada niat si Nona menutupi identitasnya. Tak lama kemudian, Nona Tio Beng muncul dan menyapa Bu Ki, Yo Siauw dan Raja Kelelawar dengan nama dan jabatan mereka di Sekte Ming secara lengkap, membuat mereka tambah heran. Menurut Tio Beng, ia telah mendengar semua tentang peristiwa di Puncak Guangming. Ia mempersilakan mereka minum anggur berkualitas yang telah disediakan. Mereka awalnya waspada takut diracun, hingga menungguTio Beng meminumnya.

Kata Bu Ki, terimakasih telah bersikap sopan, tetapi aku langsung saja, tidak basa-basi, aku ada pertanyaan: Dari mana kau dapat pedang itu? Tio Beng tersenyum, katanya “Boleh aku tanya mengapa kalian semua tertarik dengan pedang ini?”. Kata Bu Ki, orang Sekte Ming banyak binasa oleh pedang itu, termasuk ia pernah terluka oleh pedang itu. Tio Beng berkata “Kudengar anda mengalahkan banyak pesilat tangguh dengan jurus Membalikkan Langit dan Bumi, tetapi anda malah kalah oleh murid biasa dari Partai Go Bi?”. Bu Ki salah tingkah. Katanya, saat itu ia tidak waspada akan serangan tiba-tiba. Kata Tio Beng “Oh, aku pikir anda terluka karena yang menyerang adalah seorang wanita cantik, makanya pikiran tidak fokus”. Semua jadi canggung. Tio Beng mengangkat cawan anggur dan mengajak mereka bersulang. Tiba-tiba cawan itu tumpah dan baju Tio Beng basah. Iapun pamit hendak ganti baju. Ia meninggalkan pedang langit di atas meja. Raja Kelelawar tidak tahan ingin mencek pedang langit itu, ternyata itu adalah pedang langit palsu. Di dalamnya adalah pedang kayu. Yo Siauw berkata, Nona Tio ini jelas bermaksud tidak baik, lebih baik kita pergi, daripada kita dijebak. Mereka pun bergegas pergi, tetapi tiba-tiba Tio Beng muncul dengan pakaian wanita. Bu Ki pun terpana melihat kecantikannya. Tapi ia tegas mengatakan mereka harus pergi karena ada urusan.

Di perjalanan pulang, Raja Kelelawar dan Yo Siauw berdebat soal Tio Beng. Raja Kelelawar beranggapan Yo Siauw terlalu curiga. Kalau ia mau, kita pasti sudah diracun katanya. Tiba-tiba mereka semua merasa pusing, ternyata memang efek racun. Bu Ki pun berpikir keras darimana datangnya racun itu. Begitu tahu, ia memerintahkan Raja Kelelawar dan Yo Siauw agar tidak buru-buru mengerahkan tenaga dalam namun tetap bernafas seperti biasa. Bu Ki lari balik ke Wisma Hijau. Di sana, ia melihat Tio Beng. Bu Ki hanya buru-buru berjumpalitan untuk mengambil bunga-bunga di taman air sebagai obat pemunah “Aku minta beberapa tanaman” ujarnya. Tio Beng tersenyum dan tidak mencegahnya. Namun ketika Bu Ki pergi sambil berteriak “Terimakasih pemunahnya!”, Tio Beng menghalanginya dan mereka pun bertukar jurus. Bu Ki tidak menanggapi pertarungan ini dengan serius, pikirannya pada menyelamatkan rekan-rekannya. Ilmu si Nona jauh dibawahnya, namun Bu Ki menyadari kecepatan dan kelicikannya sungguh luar biasa. Kata Tio Beng “Jadi ini ilmu Memindahkan Langit dan Bumi? Tidak ada istimewanya!”. Bu Ki kemudian menunjukkan hiasan rambut Tio Beng yang direbutnya. Ini memperlihatkan bahwa sebetulnya kalau Bu Ki mau, Tio Beng sudah mati. Tio Beng malu tapi berdalih, katanya, ambil saja hiasan rambutku kalau mau! Bu Ki jadi tidak enak dituduh mencuri. Ia mengembalikannya. Eh, Tio Beng malah menuduh Bu Ki mencuri mutiara yang ada di hiasan rambut itu, karena mutiaranya hilang 2 butir. Bu Ki sungguh baru kali ini berhadapan dengan wanita yang pandai bersilat lidah. Ia yang salah, tapi ia mempersalahkan orang lain “Kau sungguh licik” katanya sambil pergi. Tio Beng berteriak “Awas saja kalau kau berani maju tiga langkah, aku akan bunuh diri!”. Sepertinya Tio Beng tahu bahwa kelemahan Bu Ki adalah terlalu baik dan tidak tega pada wanita. Bu Ki balik dan menghampiri untuk mencegahnya, tetapi ia malah dijebak masuk ke dalam lubang rahasia. Bu Ki panik dan menarik Tio Beng juga hingga mereka bersama-sama masuk dalam ruang jebakan sempit dan dalam.

Bu Ki mengerahkan tenaganya untuk keluar, tapi Tio Beng malah menertawakannya, katanya, ruangan ini dikelilingi dinding padat, sehebat apapun ilmumu kau tak bisa keluar. “Ayo, apa kau mau mengataiku, licik, kejam, silakan!” katanya. Tio Beng terus mengoceh mengejek Bu Ki. Bu Ki berpikir, gadis ini pasti tahu jalan keluarnya, makanya ia tenang-tenang saja. Tio Beng malah menyuruh Bu Ki santai. Bu Ki memegang tangan si Nona dan mengancamnya “Lekas keluarkan aku! Bagaimana aku bisa santai? Temanku sekarat dan aku santai disini?” Tio Beng malah merajuk lagi“Bunuh saja aku!!! Eh…kenapa sih kau pegang-pegang tanganku terus? Pria dan wanita, tak pantas bersentuhan!”. Taktik ini berhasil, Bu Ki jadi malu hingga melepaskan tangannya. “Apa salah Sekte Ming?” kata Bu Ki kesal. Tio Beng menjawab “Banyak yang kamu tidak tahu, karena itu kau harus dengar ceritaku dulu”. Kata Bu Ki “Aku tidak berminat, kalau kau mendongeng panjang, temanku bisa mati. Lagipula siapa yang tau cerita itu benar atau tidak, kalau kau cuma asal bunyi, benar-benar menghabiskan waktuku!” Ia mencekik Tio Beng. Tetapi lagi-lagi Tio Beng menangis “Kamu menghina wanita!!” Ia berteriak-teriak menangis, Bu Ki bingung dibuatnya. Tetapi saat dilepas ia malah tertawa terbahak-bahak. Bu Ki sungguh kesal. “Dasar! Tertawa dan menangis tak ada yang sungguhan! Kamu sangat licik dan berbahaya, wanita sepertimu lebih berbahaya daripada 10 pria!”. Tio Beng malah tertawa senang “Terima kasih atas pujianmu!”. Bu Ki berfikir keras untuk menaklukkan Tio Beng. Sudah jelas cara lembut tak bisa, keras pun salah. Akhirnya ia menotok Tio Beng. Tio Beng terduduk tak bergerak, Bu Ki membuka sepatu dan kaus kaki gadis itu dan mulai menggelitiki kaki Tio Beng. Paham ilmu akupuntur dan pengobatan, membuat Bu Ki menyentuh titik di kaki Tio Beng yang menyebabkan si Nona geli luar biasa sampai sekujur tubuhnya seperti kesemutan. Tio Beng tertawa berderai-derai dibarengi teriakan menderita, sampai mengeluarkan air mata dan memohon-mohon Bu Ki untuk menghentikannya.

Akhirnya Bu Ki pun berhenti. Tio Beng jadi sedikit malu. Ia minta Bu Ki memakaikan kaus kaki dan sepatunya. Waktu melepas tadi ia tak terpikir apapun, sekarang ketika Bu Ki memegang kakinya yang putih mulus, Bu Ki malah deg-degan dan malu sendiri. Tio Beng pun merasa hal yang sama hingga wajahnya merah merona. Bu Ki membebaskan totokan serta membiarkan Tio Beng memakai sendiri sepatunya. Keduanya terdiam salah tingkah. “Kau mau keluarkan aku atau tidak?” tanyanya. Tio Beng yang mukanya masih basah belepotan air mata akibat tertawa kegelian, akhirnya mengetuk-ngetuk dinding dengan irama tertentu, hingga pintu di atas terbuka. Bu Ki pun langsung memanjat melompat keluar, meninggalkan Tio Beng yang melamun dan senyum sendiri.

Di hutan, Yo Siauw dan orang-orang Sekte Ming sudah dikepung banyak prajurit, Bu Ki datang menyelamatkan, tetapi belum habis semua, tiba-tiba datang pengawal Tio Beng menyerukan “Semua mundur, ini perintah Nona”. Iapun memberikan sebuah kotak pada Bu Ki. Bu Ki tak begitu memperhatikan dan memberikannya pada Siao Ciao, sementara ia sendiri yang kebal racun karena ilmu 9 Yang, sibuk meramu obat untuk mengobati rekan-rekannya. Ia menjelaskan bahwa bunga-bunga yang tumbuh di taman air di wisma tersebut bukan bunga biasa. Ia tidak beracun, tetapi manakala kita menghirup baunya, bercampur dengan bau kayu dari pedang langit yang palsu, bisa menjadi racun yang mematikan. Itulah sebabnya Tio Beng meninggalkan pedang langit di meja.

Sementara itu, Yo Put Hui mengadu pada Bu Ki bahwa paman ke-6 In Li Heng tak mau makan. Bu Ki menghampirinya. In Li Heng bertanya “Jawab dengan jujur, adakah harapan aku sembuh dari cacat?” Bu Ki tertegun “Jangan bohong. Kalau ada, tentu kakak ke-3 tidak perlu hidup menderita 20 tahun menjadi tanggungan orang! Hidupku tak berguna! Sudah dikhianati, sekarang aku menjadi beban orang lain! Bunuh saja aku!!” pintanya. Bu Ki berkata, waktu ia belajar di tempat Tabib Ouw, ia pernah mendengar tentang krim He Yui yang bisa menyambungkan urat tangan kaki yang putus. “Tapi aku masih belum tahu caranya. Aku akan mencari tahu tentang ini”. Untuk sementara, In Li Heng tenang. Yo Put Hui bertanya pada Bu Ki apa itu benar, atau hanya menghibur paman? Kata Bu Ki, ia tahu teori itu ada dalam buku, namun perihal Shaolin masih menyimpan krim itu, ia juga belum tahu. Ia berterima kasih Put Hui mau merawat paman In Li Heng-nya. Kata Put Hui,”Waktu aku kecil, ibu sering bercerita tentang pendekar ke-6 Butong ini, ibu sering menangis ketika bercerita karena ia merasa bersalah telah mengkhianatinya. Aku merasa…awalnya aku kasihan, tetapi lama-lama aku ada perasaan lain padanya.”

Sementara itu di kamar, Siao Ciao mengamati kotak dari Tio Beng yang diberikan Bu Ki padanya. Bu Ki bertanya kenapa Siao Ciao belum membukanya. Kata Siao Ciao, ia takut ada senjata rahasia mematikan. Benar juga, kata Bu Ki, wanita itu amat licik. Bu Ki akhirnya membukanya dari jauh. Ternyata tidak ada apa-apa, hanya hiasan rambut Tio Beng yang sempat direbut Bu Ki. Bu Ki memasangkan hiasan rambut itu pada Siao Ciao “buatmu saja, buat apa aku menyimpan hiasan wanita” katanya. Tadinya Siao Ciao menolak, karena itu pemberian Tio Beng untuk Bu Ki. Tetapi ia menurut juga. Ia melihat Bu Ki sepertinya banyak pikiran. Bu Ki akhirnya curhat soal Tio Beng, maksud sebenarnya gadis itu, kalau ia jahat, kenapa ia menarik pasukan. Waktu Bu Ki mengambil pemunah bunga, ia tidak mencegah. Makin aku pikirkan apa motifnya, makin aku pusing dan ngeri pada wanita yang sulit ditebak ini, katanya.

Di Wisma Hijau, Tio Beng mencelupkan kakinya di kolam dan masih mengingat-ngingat kejadian dengan Tio Bu Ki. Antara senang dan sebal, tetapi ia memantapkan hati untuk menjalankan tugas dari ayahnya.

Sementara itu, Raja Kelelawar melapor pada Bu Ki bahwa Yo Siauw dan putrinya bertengkar lagi. Terdengar Yo Put Hui berkata pada ayahnya “Ayah, hadapi kenyataan, engkau mencuri kekasih orang!” Yo Siauw menjawab “Tapi kami saat itu saling menyukai”. Bu Ki datang. Ternyata, Yo Siauw tidak setuju jika rombongan Sekte Ming membawa In Li Heng ke Shaolin, karena akan memperlambat laju rombongan. Sementara Put Hui ngotot ingin terus mendampingi dan merawat In Li Heng. Put Hui ingin menebus kesalahan orang tuanya. Raja Kelelawar dengan lucu berkata “Urusan keluarga, aku tidur saja”. Kata Bu Ki, memang benar perjalanan ke Shaolin amat panjang dan berbahaya, tetapi kita tidak bisa menghalangi niat baik Put Hui untuk berbakti pada ibunya. Begini saja, aku akan membawa tim kecil menuju Shaolin, kalian tinggal disini bersama paman In”. Yo Siauw menurut. Paginya, Yo Siauw dan Put Hui sudah akur lagi.

Thio Bu Ki, Raja Kelelawar dan beberapa anak buah sampai di Shaolin. Di gerbang Shaolin, Bu Ki ingat saat ia dan kakek gurunya Thio Sam Hong menunggu 3 hari 3 malam kehujanan dan tidak dipersilakan masuk. Ia rindu pada kakek gurunya. Sampai di sana, ternyata Shaolin telah porak poranda seperti habis pertempuran. Tak ada seorang pun manusia. Arca-arca (patung) seperti dipindahkan dari posisinya Ternyata di balik arca tersebut terukir tulisan “Hancurkan Shaolin sebelum Butong. Sekte Ming jaya selamanya”. Ternyata ada orang yang lagi-lagi memfitnah Sekte Ming! Herannya, kenapa arca itu terbalik hingga tulisan tadi di belakang? Apa ada yang membela Sekte Ming? Mereka pun bergegas ke Butong, sebelum dalang semua ini sampai di sana.

Sementara itu In Li Heng merasakan firasat bahwa saudara-saudaranya di Butong dalam bahaya. Put Hui membujuknya agar bersabar menunggu Bu Ki membawakan krim obat untuknya. Namun In Li Heng malah memohon pada Put Hui untuk membawanya ke Butong, kalaupun mati, ia ingin mati di sana bersama saudaranya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar